Rabu, 07 Maret 2012







                  SUKSES DI DUNIA PERTELEVISIAN 
Meraih kesuksesan adalah sebuah pilihan. Namun tidak berani melangkah dan berbuat adalah jaminan kegagalan. Kata-kata bijak di atas cukup memberikan penjelasan kepada kita semua bahwa berbuat adalah sebuah keniscayaan dalam hidup untuk meraih kesuksesan. Setidaknya ada 3 alasan kenapa seseorang tidak melangkah / tidak berbuat; antara lain : Pertama, tidak berani melangkah karena khawatir, Kedua, tidak berani melangkah karena kurang informasi, dan Ketiga, tidak berani melangkah karena takut salah.

Pilihan keputusan meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi setelah SMU/SMK sederajat adalah pilihan keputusan berani melangkah. Sudah selayaknya keputusan itu berdasarkan atas keputusan yang tepat. Keputusan yang tepat adalah keputusan yang tidak didasarkan atas kekhawatiran, tidak didasarkan karena kurang informasi dan selanjutnya tidak didasarkan karena takut salah.

Pilihan keputusan melanjutkan ke jenjang pendidikan Program Pendidikan Profesi Pertelevisian Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya (P3TV FBS UNESA) adalah merupakan salah satu pilihan keputusan melangkah yang sangat tepat; paling tidak karena lima alasan :
1. Pilihan pendidikan di Program Pendidikan Profesi Pertelevisian adalah pilihan pendidikan ketrampilan yang sangat dibutuhkan oleh Industri Penyiaran di Indonesia yang tengah marak berkembang dengan munculnya berbagai televisi lokal dan nasional, production house, dan perusahaan periklanan.
2. Pilihan pendidikan di Program Pendidikan Profesi Pertelevisian adalah pilihan pendidikan yang menerapkan pola pendidikan 70% praktikum 30% teori sehingga sangat aplikatif untuk mencetak Sumber Daya Manusia Penyiaran yang handal dan professional.
3. Pilihan pendidikan di Program Pendidikan Profesi Pertelevisian adalah pilihan pendidikan yang mencetak lulusan pendidikan yang siap pakai bukan lulusan pendidikan pengangguran.
4. Pilihan pendidikan di Program Pendidikan Profesi Pertelevisian adalah pilihan pendidikan dimana alumninya telah memiliki banyak karya-karya audio visual yang menjadi porto folio pada saat memasuki dunia Industri Penyiaran dan alumninya menyebar di berbagai stasiun televise lokal dan nasional sebagai Crew TV.
5. Pilihan pendidikan di Program Pendidikan Profesi Pertelevisian adalah pilihan pendidikan dimana banyak peserta didiknya ditawari pekerjaan sebelum lulus
Keputusan melangkah / berbuat dengan tepat akan menentukan arah hidup ke depan yang mendatangkan kesuksesan. Tentu keputusan yang didasari oleh keyakinan yang kuat, motivasi yang sungguh-sungguh, kerja keras, disiplin yang tinggi, kreatifitas yang luas, dan semangat yang tidak pernah padamlah yang akan mendorong kesuksesan Anda.
Kami tetap mengharapkan Anda bergabung dalam Program Pendidikan Profesi Pertelevisian Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya (P3TV FBS UNESA). Sudilah kiranya Anda berbagi kesuksesan Anda dengan berkonfirmasi ke Layanan Informasi kami di nomor telepon 031 – 70073340, 70073329. Selamat meraih kesuksesan bersama dengan Program Pendidikan Profesi Pertelevisian Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya sebagai broadcaster-broadcaster muda yang handal, professional dan cemerlang. Sukses selalu buat Anda.
Profil P3TV 
Era globalilasi pada saat ini semakin menuntut SDM yang handal, kreatif dan berwawasan luas. Penguasaan skill (ketrampilan) menjadi syarat mutlak untuk bias meraih lapangan kerja. Pola pendidikan berbasis life skill menjadi sebuah alternatif pilihan untuk meraih jenjang karier. Program pendidikan profesi pertelevisian (P3TV) – fakultas bahasa & seni universitas negeri Surabaya, menawarkan sebuah pola pendidikan ketrampilan yang mengadaptasi pengembangan ilmu komunikasi terapan.P3TV – FBS Unesa berupaya mencetak SDM pertelevisian yang handal, kreatif dan berwawasan. Ini sejalan semakin pesatnya perkembangan TV-TV swasta nasional maupun local, yang tentu saja sangat banyak membutuhkan SDM TV yang siap pakai. 

Biaya Pendidikan di P3TV Surabaya

Untuk mendapat info lebih jelas dan luas, silahkan kunjungi www.p3tvsurabaya.com atau p3tvsurabaya@yahoo.co.id

Jumat, 27 Januari 2012

Aku dan perasaanku

aku pernah miliki bunga indah warnai hariku
ketika dia pergi
aku hanya bisa menyesali
kudapati bunga indahku telah tertaman
bukan dihatiku
meski masih mencintai
bunga indah itu bukan untukku
hanya wangi dan indahnya yang tersisa untukku
selalu ada dalam hati ini
Hari Rabu ini tidak beda dengan hari yang lain di bulan ini. Hujan baru saja berhenti, walau mendung masih terlihat di langit tapi sepertinya hujan tidak akan turun lagi. Udara terasa lebih segar, debu yang biasanya berterbangan tersapu tetesan hujan . Langit biru dan angin yang bertiup pelan menambah segar siang ini. Siang yang indah. Aku berharap indahnya siang ini tidak hanya di mata tetapi juga dapat menambah indah hidupku.
Aku baru saja masuk ke dalam mall, aku tidak perduli dengan orang-orang yang berjalan di depanku. Meski bukan musim liburan dan akhir pekan tetapi pengunjung siang ini lumayan banyak dengan tujuan yang berbeda mungkin belanja atau mungkin hanya sekedar membuang waktu dengan berkeliling mall. Sedangkan aku, tujuanku hanya satu. Menepati janji.
Aku sampai di lantai dua dan melirik ke salah satu café di sana dan tidak terlihat wajah yang aku kenal, aku mengarahkan mataku ke jam tangan, 13.16. Berarti masih ada setengah jam lebih untuk menunggu dia datang. Aku memutuskan untuk masuk ke satu café yang berhadapan dengan tempat kita janjian, jadi aku bisa melihat kalau nanti dia datang.
Secangkir Cappucino baru saja disajikan di depanku, aku melirik ke pelayannya dan mengucapkan terima kasih. Aku melanjutkan membolak-balik majalah yang memang tersedia di café itu sambil sesekali melirik ke café di depan menunggu dia datang.
Waktu berjalan perlahan Cappucino dalam cangkir masih tersisa setengah dan sama sekali tidak panas lagi. Perlahan aku mengangkat cangkir dengan niat untuk menghabiskan sisa kopi sebelum jadi benar-benar dingin. Tanganku tertahan ketika mataku secara sekilas melihat wajah yang begitu akrab di mataku. Walau telah bertahun tidak melihatnya tapi wajah itu tidak bakal bisa terlupakan. Wajah yang dulu begitu akrab denganku.
Sama sekali tidak banyak yang berubah dari dia. Meski dia lebih kelihatan dewasa dan lebih… *tiba-tiba jantungku berdetak tidak seperti biasa, berpacu lebih cepat seperti ingin segera melompat dan mendekat. Sementara hatiku memiliki keinginan yang lain, menahan kakiku untuk melangkah dan membiarkan mataku untuk memandangnya lebih lama lagi dari sini. Memandang sepuas hati tanpa harus mengucapkan sepatah kata melepas rindu yang selama ini terbenam dalam hati.
Dia menoleh ke dalam café, mungkin sedang mencari-cari  tanda  kehadiranku. Tangannya mengeluarkan handphone dari dalam tas . Jari-jarinya menekan tuts dan kemudian mendekatkan handphonenya ke telinga. Kembali melirik ke dalam café,…
Handphone di dalam saku celanaku bergetar. Di layar handphone tertulis namanya. Jawab tidak, jawab tidak, jawab…
“Hallo…”
“Hallo, aku udah di depan café, kamu di mana?
“Ehh, masih di jalan, ntar lagi sampai.” entah kenapa kata-kata itu keluar begitu saja.
“Kamu tunggu disitu aja dulu, pesan minum atau apalah.”
“Ya udah, aku tunggu di dalam. Tapi jangan lama ya.”
“Enggak, paling lima menitan lagi.”
Dia masuk kedalam dan duduk di pojok café. Aku masih memperhatikan dia yang sekarang lagi berbicara dengan pelayan café. Mungkin lagi memesan minuman. Sekitar beberapa menit kemudian aku bergerak, membayar kopi yang baru saja aku minum dan melangkah pelan ke café di depan. Rasanya seperti mau kencan pertama.
Di depan pintu aku berdiri sejenak menatap ke meja di pojok café, dia sedang sibuk membaca menu yang ada di depannya.
“Hai, lama nunggunya. Sorry ya”
Wajahnya terangkat mencari asal suara yang baru dia dengar. Matanya menatap ke wajahku. Jantung ini kembali berdetak tidak beraturan. Mata itu. Mata indah yang sampai saat ini masih tetap menjadi mata yang terindah yang pernah aku lihat.
“Enggak koq, aku juga barusan sampai.”

Jumat, 23 Desember 2011

kaligrafi indonesia

Di Indonesia, kaligrafi merupakan bentuk seni budaya Islam yang pertama kali ditemukan, bahkan ia menandai masuknya Islam di Indonesia. Ungkapan rasa ini bukan tanpa alasan karena berdasarkan hasil penelitian tentang data arkeologi kaligrafi Islam yang dilakukan oleh Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary, kaligrafi gaya Kufi telah berkembang pada abad ke-11, datanya ditemukan pada batu nisan makam Fatimah binti Maimun di Gresik (wafat 495 H/1082 M) dan beberapa makam lainnya dari abad-abad ke-15. Bahkan diakui pula sejak kedatangannya ke Asia Tenggara dan Nusantara, disamping dipakai untuk penulisan batu nisan pada makam-makam, huruf Arab tersebut (baca: kaligrafi) memang juga banyak dipakai untuk tulisan-tulisan materi pelajaran, catatan pribadi, undang-undang, naskah perjanjian resmi dalam bahasa setempat, dalam mata uang logam, stempel, kepala surat, dan sebagainya. Huruf Arab yang dipakai dalam bahasa setempat tersebut diistilahkan dengan huruf Arab Melayu, Arab Jawa atau Arab Pegon.
Pada abad XVIII-XX, kaligrafi beralih menjadi kegiatan kreasi seniman Indonesia yang diwujudkan dalam aneka media seperti kayu, kertas, logam, kaca, dan media lain. Termasuk juga untuk penulisan mushaf-mushaf al-quran tua dengan bahan kertas deluang dan kertas murni yang diimpor. Kebiasaan menulis al-Qur’an telah banyak dirintis oleh banyak ulama besar di pesantren-pesantren semenjak akhir abad XVI, meskipun tidak semua ulama atau santri yang piawai menulis kalgrafi dengan indah dan benar. Amat sulit mencari seorang khattat yang ditokohkan di penghujung abad XIX atau awal abad XX, karena tidak ada guru kaligrafi yang mumpuni dan tersedianya buku-buku pelajaran yang memuat kaidah penulisan kaligrafi. Buku pelajaran tentang kaligrafi pertama kali baru keluar sekitar tahun 1961 karangan Muhammad Abdur Razaq Muhili berjudul ‘Tulisan Indah’ serta karangan Drs. Abdul Karim Husein berjudul ‘Khat, Seni Kaligrafi: Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab’ tahun 1971.
Pelopor angkatan pesantren baru menunjukkan sosoknya lebih nyata dalam kitab-kiab atau buku-buku agama hasil goresan tangan mereka yang banyak di tanah air. Para tokoh tersebut antara lain; K.H. Abdur Razaq Muhili, H. Darami Yunus, H. Salim Bakary, H.M. Salim Fachry dan K.H. Rofi’I Karim. Angkatan yang menyusul kemudian sampai angkatan generasi paling muda dapat disebutkan antara lain Muhammad Sadzali (murid Abdur Razaq), K. Mahfudz dari Ponorogo, Faih Rahmatullah, Rahmat Ali, Faiz Abdur Razaq dan Muhammad Wasi’ Abdur Razaq, H. Yahya dan Rahmat Arifin dari Malang, D. Sirojuddin dari Kuningan, M. Nur Aufa Shiddiq dari Kudus, Misbahul Munir dari Surabaya, Chumaidi Ilyas dari Bantul dan lainnya. D. Sirajuddin AR selanjutnya aktif menulis buku-buku kaligrafi danmengalihkan kreasinya pada lukisan kaligrafi.
Dalam perkembangan selanjutnya, kaligrafi tidak hanya dikembangkan sebatas tulisan indah yang berkaidah, tetapi juga mulai dikembangkan dalam konteks kesenirupaan atau visual art. Dalam konteks ini kaligrafi menjadi jalan namun bukan pelarian bagi para seniman lukis yang ragu untuk menggambar makhluk hidup. Dalam aspek kesenirupaan, kaligrafi memiliki keunggulan pada faktor fisioplastisnya, pola geometrisnya, serta lengkungan ritmisnya yang luwes sehingga mudah divariasikan dan menginspirasi secara terus-menerus.
Kehadiran kaligrafi yang bernuansa lukis mulai muncul pertama kali sekitar tahun 1979 dalam ruang lingkup nasional pada pameran Lukisan Kaligrafi Nasional pertama bersamaan dengan diselenggarakannya MTQ Nasional XI di Semarang, menyusul pameran pada Muktamar pertama Media Massa Islam se-Dunia than 1980 di Balai Sidang Jakarta dan Pameran pada MTQ Nasional XII di Banda Aceh tahun 1981, MTQ Nasional di Yogyakarta tahun 1991, Pameran Kaligrafi Islam di Balai Budaya Jakarta dalam rangka menyambut Tahun Baru Hijriyah 1405 (1984) dan pameran lainnya.
Para pelukis yang mempelpori kaligrafi lukis adalah Prof. Ahmad Sadali (Bandung asal Garut), Prof. AD. Pirous (Bandung, asal Aceh), Drs. H. Amri Yahya (Yogyakarta, asal Palembang), dan H. Amang Rahman (Surabaya), dilanjutkan oleh angkatan muda seperti Saiful Adnan, Hatta Hambali, Hendra Buana dan lain-lain. Mereka hadir dengan membawa pembaharuan bentuk-bentuk huruf dengan dasar-dasar anatomi yang menjauhkannya dari kaedah-kaedah aslinya, atau menawarkan pola baru dalam tata cara mendesain huruf-huruf yang berlainan dari pola yang telah dibakukan. Kehadiran seni lukis kaligrafi tidak urung mendapat berbagai tanggapan dan reaksi, bahkan reaksi itu seringkali keras dan menjurus pada pernyataan perang. Namun apapun hasil dari reaksi tersebut, kehadiran seni lukis kaligrafi dianggap para khattat sendiri membawa banyak hikmah, antara lain menimbulkan kesadaran akan kelemahan para khattat selama ini, kurang wawasan teknik, kurang mengenal ragam-ragam media dan terlalu lama terisolasi dari penampilan di muka khalayak. Kekurangan mencolok para khattat, setelah melihat para pelukis mengolah karya mereka adalah kelemahan tentang melihat bahasa rupa yang ternyata lebih atau hanya dimiliki para pelukis.
Perkembangan lain dari kaligrafi di Indonesia adalah dimasukkan seni ini menjadi salah satu cabang yang dilombakan dalam even MTQ. Pada awalnya dipicu oleh sayembara kaligrafi pada MTQ Nasional XII 1981 di Banda Aceh dan MTQ Nasional XIII di Padang 1983. Sayembara tersebut pada akhirnya dipandang kurang memuaskan karena sistemnya adalah mengirimkan hasil karya khat langsung kepada panitia MTQ, sedangkan penulisannya di tempat masing-masing peserta. MTQ Nasional XIV di Pontianak meniadakan sayembara dan MTQ tahun selanjutnya kaligrafi dilombakan di tempat MTQ